Penyerahan Cindramata Pemateri Oriaba 2013 Oriaba Akbar 2013 UKM Kerohanian Yang Menginspirasi dari UKM Kerohanian UNIB Aksi Palestina di Kampus Universitas Bengkulu Susunan Rapi Sepatu Para Peserta Oriaba Akbar 2013

Kajian Madu

Kajian Madu
Anda seorang aktifis dakwah? Waspadailah jika salah satu dari sepuluh hal berikut menimpa Anda, karena ia mengindikasikan terjadinya degradasi ruhiyah.

1. Dusta
Rasulullah pernah mengingatkan bahwa seorang mukmin tak mungkin menjadi pembohong. Jika aktifis dakwah mulai berani berbohong, saat itulah indikasi degradasi ruhiyah terjadi.

Kadang kebohongan terjadi pada saat seseorang terjepit atau ingin mengais keuntungan tertentu. Misalnya untuk mendapatkan “pembenaran” atas ketidaksertaannya dalam aktifitas dakwah yang berat, yang sebenarnya ia tak memiliki alasan untuk meninggalkannya kecuali sikap malas. Di zaman Rasulullah, ini pernah terjadi pada perang Tabuk. Di mana kaum munafikin yang tidak ikut berangkat perang membohongi Rasulullah dengan berbagai alasan saat beliau kembali di Madinah; agar keabsenannya dimaklumi dan dimaafkan. 

Kebohongan juga bisa terjadi pada saat munculnya momentum yang memberikan peluang keuntungan besar melalui kebohongan. Yang jika ia jujur, menurut pertimbangannya, peluang itu akan lewat begitu saja. Ingatlah, bahwa tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik.

2. Tak memenuhi janji 
Berhati-hatilah jika Anda tidak memenuhi janji untuk menjalankan kewajiban dakwah yang telah Anda sepakati. Atau Anda mulai “toleran” dengan keterlambatan menghadiri forum-forum dakwah pekanan dan sebagainya. Kita patut waspada bahwa itu merupakan ingkar janji yang termasuk tanda-tanda kemunafikan, di mana saat itu terjadi degradasi ruhiyah dan keimanan.

“Ada tiga tanda kemunafikan,” sabda Rasulullah dalam riwayat Al Bukhari, “yaitu bila bicara ia dusta, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanah ia berkhianat.”

3. Mengkhianati amanah
Tiga hal pertama, termasuk mengkhianati amanah ini juga merupakan tanda kemunafikan seperti disebutkan dalam terjemah hadits di atas. Sekecil apapun amanah yang diembankan kepada Anda, termasuk amanah kepanitiaan, amanah di wajihah, amanah di struktur dakwah; pada saat Anda menyia-nyiakannya, tidak mau menunaikannya, itu merupakan indikasi degradasi ruhiyah. Perlu sebuah introspeksi mengapa kita tak mau menunaikan amanah yang sudah kita terima; apakah kita menerima amanah karena Allah, atau karena mengincar tujuan duniawi? Jika karena Allah, bangkitlah! Jangan biarkan degradasi ruhiyah berkelanjutan dan menggerogoti keimanan.

4. Takut berjuang dan berdakwah
Ini juga tanda degradasi ruhiyah. Jika Anda tak lagi berani bergerak, berharakah, berjuang mendakwahkan Islam; ketahuilah bahwa saat itu sedang terjadi degradasi ruhiyah. Kembalilah kepada keyakinan yang benar bahwa rezeki ditentukan Allah dan masa depan dalam genggaman Allah. 

Mengapa takut lingkungan membenci Anda jika Anda sedang bergerak meraih ridha Allah dan cinta-Nya? Perusahaan mungkin bisa memecat Anda karena aktif berdakwah, tetapi ia takkan melakukannya selama Anda tetap profesional dalam bekerja. Lebih dari itu, tak seorang pun bisa menghalangi Anda dari rezeki yang lebih besar yang sudah Allah siapkan.

“Barangsiapa yang tidak berjihad dan tidak meniatkan dalam hatinya untuk melakukannya, ia membawa satu cabang kemunafikan pada kematiannya.” (HR. Muslim)

5. Su’udhan (Buruk Sangka)
Di saat Anda berprasangka buruk terhadap sesama aktifis dakwah yang berubah menjadi kaya, khawatirlah bahwa degradasi ruhiyah sedang melanda. Aktifis dakwah yang menjadi kaya setelah mendapatkan jabatan publik memang menimbulkan godaan untuk berburuk sangka. Tapi itulah cara syetan menyerang, padahal kita tak pernah tahu bahwa pada saat yang sama usaha atau bisnis aktifis dakwah itu berhasil setelah bertahun-tahun sebelumnya ia rintis dan ia kembangkan.

Kadang buruk sangka juga menjadikan qiyadah dakwah sebagai sasarannya. Bahkan pada kisah haditsul ifki kita bisa mengambil ibrah betapa pemimpin terbaik seperti Rasulullah pun, keluarganya pernah menjadi sasaran buruk sangka sebagian orang. 

“Hindarilah oleh kalian prasangka,” sabda Rasulullah dalam riwayat Muslim, “karena itu seburuk-buruknya perkataan.”

6. Ghibah
Tanda degradasi ruhiyah berikutnya adalah ghibah. Yakni ketika seorang aktifis dakwah membincangkan hal-hal yang tak disukai seadainya didengar oleh orang yang dibincangkan. Ghibah juga menjadi tanda memudarnya ukhuwah sehingga ketika ada kelemahan, kekurangan atau kesalahan aktifis dakwah, yang bersangkutan tidak diingatkan dan dikoreksi, malah aibnya disebarkan.

“Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al Hujurat : 12)

7. Hasad (dengki)
Hasad kepada sesama aktifis dakwah umumnya sulit ditemui pada fase awal atau perintisan dakwah. Di masa-masa sulit seperti itu, ketika semua aktifis dakwah berjuang “mati-matian” dalam kesulitan, hasad adalah penyakit hati yang sangat langka.

Namun, seiring dengan kemajuan dakwah, terbukanya kesempatan, dan teraksesnya kekuasaan, hasad bisa menjadi ancaman. Nah, aktifis dakwah yang tidak suka dengan kemajuan saudaranya, kesuksesannya, jabatannya, kekuasaannya, lalu berupaya menghilangkan nikmat itu; itulah hasad yang menjadi tanda degradasi ruhiyah. Bahkan saat ketidaksukaan muncul saja, hanya karena alasan dunia –mengapa dia dan bukan saya- itu saja sudah sangat mengkhawatirkan bahwa keruntuhan ruhiyah kita sedang berjalan.

8. Sering lalai dan mencari-cari alasan
Lalai terhadap komitmen amal ibadah yaumiyahnya, lalai terhadap amanahnya, lalai syura dakwahnya, lalai agenda pekanannya, lalu berupaya mencari alasan pembenar agar bisa disebut udzur adalah bagian dari tanda degradasi ruhiyah. Demikian pula saat aktifis dakwah mencari-cari celah atau menabrak hal-hal makruh dan syubhat sehingga akhirnya terjerembab dalam dosa dan pelanggaran.

“Seorang hamba takkan mencapai derajat ketaqwaan, sehingga ia meninggalkan perkara mubah baginya karena khawatir terjerumus masalah yang mengandung dosa.” (HR. Tirmidzi)

9. Suka popularitas, tak semangat dalam amal rahasia
Di saat mihwar dakwah telah sampai pada mihwar muasasi, gerbang amal amah terbuka gegap gempita. Banyak peluang popularitas di sana, banyak kemasyhuran menanti pelakunya. Jika pada saat seperti ini agenda dakwah khas dinomorduakan, tak ada gairah dan semangat menempuhnya, ketahuilah bahwa itu bagian dari riya’ yang menunjukkan degradasi ruhiyah kita.

10. Menjauhi syura
Jika Anda tak lagi menyukai syura, ingin menghasilkan keputusan dakwah sendiri, ingin mengambil kebijakan sendiri, sangat boleh jadi saat itu ruhiyah sedang melemah. Sebab ia hanya bermuara pada dua hal; pertama, menganggap orang lain dan jamaah dakwah tidak lebih baik dan lebih pintar dari Anda. Artinya ujub dan takabur tengah menjangkiti. Kedua, timbul keinginan untuk “berkuasa” diantaranya dengan bebas menentukan segalanya, termasuk menentukan arah dakwah demi kepentingan pribadi.

Syura adalah prinsip dalam amal jamai dan harus selalu ditegakkan dalam semua marhalah yang dilalui. “..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan syura diantara mereka...” (QS. Asy Syura : 38). [AM09]
Hauqalah (Hawqalah) adalah ucapan لا حول ولا قوة إلا بالله’ ‘laa haula wa laa quwwata illa billah’. Tentang keutamaan kalimat ini, banyak hadits diriwayatkan. Nabi saw yang mulia bersabda:

“Maukah aku tunjukkan kepadamu sebuah kalimat yang berasal dari bawah ‘Arsy dari pusaka surga? Katakanlah olehmu: لا حول ولا قوة إلا بالله ‘tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuasaan Allah’, niscaya Allah akan mengatakan, ‘hambaKu telah menyerahkan dirinya dan meminta perlindungan.” (HR Al-Hakim dari Abu Hurairah r.a)

“Tidak ada seorang pun diatas bumi ini yang mengatakan:لا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ‘tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuasaan Allah’ kecuali akan dihapuskan segala kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi dari Ibn ‘Umar r.a)

“Perbanyaklah al-baaqiyaat al-shaalihaat, yaitu tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan laa haula wa laa quwwata illa billah.” (HR Ahmad, Ibn Hibban dan Al-Hakim dari Abu Sa’id r.a) []
Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat. Kita memulai dengan cara yang paling baik. Amma ba’du.
Wahai Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Pada kajian yang lalu kita berhenti pada firman Allah subhanahu wa ta’ala“Kamiberfirman, ‘Turunlah kalian semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 38)
Sekarang kita lanjutkan pembicaraan kita pada firman Allah subhanahu wa ta’ala,“Dan janganlah kalian campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kalian sembunyikan yang haq itu, sedang kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Ikhwan sekalian, rangkaian ayat-ayat yang mulia ini sesuai dengan keadaan yang kita alami sekarang. Al-Qur’anul Karim sering memaparkan dirinya dan memberikan peringatan kepada diri anak-anak Adam. “Alif lam mim, kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya,” (QS. Al- Baqarah: 1-2)
Kemudian menjelaskan dirinya kepada orang-orangberiman, “Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (QS. Al-Baqarah: 2-3).
Kemudian kepadaorang-orang kafir, “Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” (QS. Al-Baqarah: 6)
Selanjutnya kepada orang-orang munafik, “Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8)
Kemudian menjelaskan tentang Pencipta, “Hai manusia sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)
Kemudian menjelaskan keadaan penciptaan, “Mengapa kalian kafir kepada Allah padahal tadinya kalian mati, lalu Allah menghidupkan kalian.” (QS. Al-Baqarah: 28)
Kemudian menjelaskan status manusia sebagai khalifah, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Kemudian Al-Qur’an memaparkan risalah sebuah bangsa, yang merupakan salah satu bangsa paling tua di bumi yang penuh pertentangan dan masih menjadi penyakit hingga kini, yaitu bangsa Yahudi. Ketika Allah subhanahu wa ta’ala hendak memaparkan kondisi bangsa-bangsa dan risalah, Dia tidak memaparkan umat Nabi Nuh atau Syaits, karena umat tersebut telah punah dan sikap-sikapnya pun biasa. Dia mendatangkan pemaparan tentang sebuah bangsa yang telah dikutuk dan masih terus dikutuk, yaitu bangsa Yahudi yang telah menyalakan api fitnah dan masih terus menyalakannya sepanjang perkembangan kehidupannya: pada Perang Dunia Pertama, Perang Dunia Kedua, dan akan menyalakan api fitnah tersebut pada Perang Dunia Ketiga, tetapi insya Allah di sana ia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya. Ia merupakan kejahatan di mana pun berada dan menjadi bencana di mana pun didapati. Kadar kejahatannya di masa akhir seimbang dengan kadar kemuliaannya di masa awal.
Ikhwan sekalian, Al-Qur’anul Karim mengisyaratkan keutamaan bangsa ini, “Dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain.” (QS. Al-Maidah: 20)
Allah telah memberikan kelebihan berupa kenabian dan kerajaan kepada mereka. Al-Qur’an mulai memaparkan kisah mereka dengan menyebutkan keutamaan tersebut. “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 40). Allah telah memberikan nikmat kepada mereka berupa asal-usul yang mulia dan garis keturunan yang mulia. Ayah mereka adalah Ya’kub alayhissalaam, putra Ishaq alayhissalaam, putra Ibrahimalayhissalaam.
Allah telah memberikan nikmat kepada mereka berupa agama dan dunia. Berupa agama dengan menurunkan kitab. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya ada petunjuk dan cahaya.” (QS. Al-Maidah: 44). Sedangkan berupa dunia yaitu kerajaan dan kekuasaan. “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat.” (QS. Al-Baqarah: 47)
Ikhwan sekalian, Allah menghendaki kebaikan untuk mereka jika mereka taat. “Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 40)
Kemudian Allah mengingatkan mereka kepada perjanjian umum umat manusia.“Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai Bani Adam, supayakalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian,’ dan hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 60-61)
Kemudian Allah mengingatkan mereka kepada perjanjian khusus ketika Allah mewasiatkan kepada mereka tanda-tanda kerasulan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 146)
Yahudi Nashuria berkata, “Demi Allah, aku sungguh mengenal Muhammad lebih dari mengenal anakku, karena aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh para wanita.”
Meskipun demikian ia tetap berkata, “Apakah kenabian itu datang kepada seseorang di luar kalangan Bani Israil? Ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin.”
Lihatlah Abdullah bin Salam yang telah beriman kepada Rasul shalallahu ‘alayhi wa sallam dan menunjukkan sifat beliau yang disebutkan di dalam Taurat. Ia berkata kepada Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, “Jika engkau ingin mengetahui isi hati orang-orang Yahudi, saya akan melakukannya.” Maka beliau bersabda, “Lakukan!” Ia berkata, “Sembunyikan saya, kemudian bertanyalah kepada mereka mengenai diri saya, niscaya mereka akan berkomentar baik mengenai diri saya.” Lantas Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam mendatangkan mereka dan bertanya, “Bagaimana pendapat kalian tentang Abdullah bin Salam?”
Mereka menjawab, “Dia pemimpin kami dan putra dari pemimpin kami.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Berbicaralah kepada mereka, Abdullah!” Lantas Abdullah bercerita tentang sifat-sifat Nabi yang memang sangat diketahuinya. Mereka lantas berkata, “Abdullah telah murtad.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan seorang saksi dari Bani Israil mengetahui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman, tetapi kalian menyombongkan diri.” (QS. Al-Ahqaf: 10)
Ikhwan sekalian, bahkan Allah telah mengambil perjanjian dari seluruh Nabi supaya beriman kepada beliau. “Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berfirman, ‘Apakah kalian mengakui dan menerimaperjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakui.’ Allah berfirman, ‘Kalau begitu saksikanlah (wahai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian.’” (QS. Ali Imran: 81)
Sifat beliau disebutkan di Taurat sebagai berikut: “Wahai Bani Isra’il, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (QS. Ash-Shaf: 6)
Hakikat ini merupakan perjanjian yang diambil Allah dari orang-orang Yahudi agar mereka memenuhinya dan mengimani kandungannya, jika mereka memenuhi perjanjian itu, maka Allah akan menepati janji-Nya kepada mereka. “Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 40)
Anehnya, salah satu karakter orang-orang Yahudi adalah tamak, sampai-sampai karakter ini menjadi permisalan di tengah-tengah mereka. Salah satu akibat dari ketamakan ini adalah sifat pengecut, penakut, dan rendah diri, sehingga berakibat kepada pengharaman bagi mereka. “Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik yang (dulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangimanusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa: 160)
Kezhaliman yang mereka lakukan telah menjadikan mereka orang-orang hina, nista, dan rendah. “Lalu ditimpakan kepada mereka kenistaan dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah.” (QS. Al-Baqarah: 61). Itu merupakan sumber penyakit hati yang melekat pada mereka, dan selama hati sakit, maka rasa takut kepada selain Allah mendominasinya. Karena itu, Allah subhanahu wa ta’alaberfirman, “Dan hanya kepada-Ku-lah kalian harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40). Jangan takut kepada seorang pun, baik itu tokoh dunia maupun tokoh agama. Ayat ini mengabadikan orang-orang Yahudi yang menyelisihi perintah Tuhan mereka dan mengingatkan mereka terhadap perjanjian dan hak Allah atas mereka.
Kemudian Al-Qur’an beralih kepada aspek praktis dan mengingatkan mereka kepada Dzat Allah subhanahu wa ta’ala untuk menyiapkan mereka. “Dan berimanlah kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat).” (QS. Al-Baqarah: 41). Jika Al-Qur’an datang untuk membenarkan dan menguatkan apa yang ada pada kalian, maka mengapa kalian kafir dan tidak beriman kepadanya? Apakah yang kalian inginkan setelah ini?
Jika masalahnya adalah masalah figuritas, maka Allah akan melaknat figur-figur yrang telah menghalangi pengakuan kepada kebenaran ini. Al-Qur’an mengatakan,“Kembalilah kalian sekalian kepada diri kalian sendiri, ingatlah perjanjian dan pahala Allah di akhirat.” Figur-figur yang kalian ikuti itu tidak mampu memberikan madharat dan manfaat kepada kalian, maka berimanlah. “Dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir kepadanya.” (QS. Al-Baqarah: 41)
Jika penyebabnya adalah harta, maka ketahuilah bahwa harta adalah kenikmatan yang akan binasa dan harganya sangat murah. “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Aku-lah kalian harus bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 41)
Al-Qur’an melarang mereka mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan atau menggambarkannya dalam gambaran yang menjadikan kebenaran itu rancu dan ruwet, sehingga tidak tampak perbedaan antara kebenaran dan kebatilan sebagaimana Al-Qur’an melarang mereka menyembunyikan kebenaran itu. Mereka mengatakan, “Tanda-tanda kenabian yang ada di Taurat bukanlah berkenaan tentang Muhammad, tetapi tentang orang lain yang akan datang kelak.” Mereka menyembunyikan banyak hukum dan menutupi ampunan. ‘Mereka menjadikanorang-orang alimnya dan rahib-rahibnya sebagai Tuhan selain Allah.’ (QS. At-Taubah: 31)
Kemudian Al-Qur’an meminta mereka melakukan bukti praktis. “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Laksanakan amalan-amalan Islam sebagai bukti nyata dari keimanan kalian. Allah berfirman, “Dan ruku’-lah!” setelah memerintahkan didirikannya shalat, padahal ruku’ adalah bagian dari shalat itu sendiri. Hal ini karena perintah pelaksanaan shalat itu berkaitan dengan kehadiran hati, sedangkan perintah rukuk berkaitan dengan bentuk lahir yang indah. Di antara konsekuensi shalat yang lengkap adalah kehadiran hati dan lahirnya sekaligus.
Kita kembali di lain waktu. Sampai di sini ceramah yang saya sampaikan. Saya memohon ampunan kepada Allah, untuk diri saya dan Anda semua.

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
Kita selaku warga indonesia, tidak sedikit orang yang melupakan hari yang sangat bersejarah yaitu hari sumpah pemuda. Ketika sebuah bangsa melupakan sejarah dan budaya yang terdapat di dalamnya, maka itulah ciri kehancuran dari sebuah bangsa. Namun kita semua tidak mengharapkan hal itu terjadi terhadap bangsa kita sendiri. Maka oleh sebab itu mari kita lestarikan budaya yang terdapat di negara kita dan mari kita ambil hikmah dari berbagai sejarah yang telah di torehkan oleh orang-orang sebelum kita.
Untuk memperingati hari yang sangat bersejarah dan memiliki banyak hikmah yang bisa kita jadikan dengan adanya sejarah tersebut, maka pada postingan kali ini saya akan ikut serta untuk memperingati hari sumpah pemuda dengan membawakan tema kata kata semangat spesial sumpumpah pemuda. Yang mana dengan adanya postingan yang akan saya bawakan kali ini berharap agar bisa membangkitkan semangat para pemuda dan pemudi indonesia untuk mengantarkan bangsa kita menuju masa depan yang lebih cerah dari sebelumnya.
Kata Kata Semangat Sumpah Pemuda

Kata Kata Semangat Spesial Hari Sumpah Pemuda


“Belajarlah tentang arti sebuah persatuan dan kesatuan dari sebatang lidi yang sangat rapuh namun akan sangat kuat dan tidak mudah untuk di patahkan ketika lidi tersebut menjadi sebuah sapu yang terikat kuat dan mampu membersihkan sampah bangsa (koruptor).”
“Mepersatukan gugusan pulau yang terpecah dan menjadikannya satu kebangsaan dan satu tanah air yaitu tanah air indonesia bukanlah hal yang mudah, hargai dan hormatilah jasa para pahlawan indonesia dan tumbuhkanlah rasa persaudaraan sesama bangsa karena kita semua adalah saudara.”
“Ikrarkanlah ikrar sumpah pemuda dengan hati dan anggota bada yang akan menjadi bukti dan raihlah kemerdekaan indosia yang sejati.”
“Laksheid adalah julukan bagi para pemuda indonesia yang mengandung arti pemalas, buktikan pada dunia bahwa kita selaku pemuda dan pemudi indonesi mampu untuk mengubah dunia dan menjung-jung tinggi harkat dan martabat negara kita.”
“Tuhan hanya akan merubah nasib sebuah bangsa jika bangsa itu hendak merubah nasib bangsanya sendiri. Bersatulah para pemuda dan pemudi indonesia dan rubahlah nasib bangsa kita supaya lebih baik dari sebelumnya.”

Mungkin hanya sekia kata kata semangat spesial hari sumpah pemuda yang bisa saya sharekan kepada sahabat semuanya, semoga kata kata sumpah pemuda di atas bisa memberikan hikmah yang bermanfaat dan menyadarkan kita agar kita semua bisa menghargai dan menghormati jasa-jasa para pejuang indonesia untuk menyatukan tanah air kita menjadi tanah air indonesia.

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Amma ba’du. Wahai Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang baik dan diberkati:assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menjadikan kita semua bertemu karena-Nya, tolong menolong dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan, berlomba-lomba dalam mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nyashalallahu ‘alayhi wa sallam, serta beribadah kepada-Nya dengan aqidah yang mantap, yang tidak goyah dan berubah.
Ikhwan sekalian, umat Islam ini, yang pernah mengalami kejayaan cemerlang, sesungguhnya kejayaan yang diraihnya itu tidak lain berkat kekuatan iman, kekokohan persatuan, kekompakan jiwa, dan kecintaannya yang mendalam, yang telah merasuk ke relung hatinya di jalan Allah, bukan lantaran sebab atau tujuan tertentu. Inilah cinta yang telah memadukan hati dan menyatukan perasaan, sehingga menjadikan kabilah-kabilah Islam yang bermacam-macam itu menjadi satu hati, satu kaki, dan satu peraturan.
Itulah rahasia kemenangan mereka yang pertama, wahai Akhi. Itu pulalah yang akan menjadi rahasia kemenangan mereka yang terakhir, dengan izin Allah. Percayalah kepada saya, bahwa setiap kali saya berdiri di hadapan Anda pada setiap pekan, saya menghirup perasaan yang memenuhi jiwa dan meluap ke seluruh aspek kejiwaan. Kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menjadikan kejayaan Islam terwujud melalui tangan kalian, setelah sebelumnya kejayaan tersebut diwujudkannya melalui tangan para salaf pendahulu Anda, bukan lantaran jumlah yang banyak atau ilmu yang luas, tetapi berkat kekuatan iman yang telah diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala pada hati siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Ikhwan sekalian, saya ingin menyampaikan satu kajian singkat tentang sirah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, sejak beliau dilahirkan hingga diutus sebagai nabi. Saya akan menyampaikan periode pertama kehidupanRasulullahshalallahu ‘alayhi wa sallam, ketika beliau masih berstatus sebagai manusia biasa, belum melaksanakan tugas dakwah agung yang dengannya Allah memuliakan beliau, tanggung jawabnya dibebankan kepada beliau, dan dengannya beliau dilebihkan oleh Allah di atas semua manusia.
Saya tidak akan bercerita kepada Anda tentang seluruh peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam selama periode tersebut, karena kita memang tidak akan mengupas sejarah secara mendetail dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Itu akan memerlukan waktu yang panjang. Tetapi kita akan langsung menuju aspek-aspek menonjol yang bisa kita ambil pelajarannya untuk kehidupan dan kebangkitan kita. Kajian ini akan mendorong kita untuk mencari keterangan tentang poin-poin utama dalam kehidupan Rasul shalallahu ‘alayhi wa sallamketika itu, yaitu yang ada pada masa kelahiran beliau atau sebelumnya. Jika Anda memperhatikan periode ini, Anda mendapati bahwa seluruh dunia pada masa itu membutuhkan risalah dan lelaki yang dinantikan ini, khususnya ketika kegersangan ruhani, pemikiran, dan agama meliputi seluruh dunia.
Keadaan manusia ketika itu, baik para penganut agama Yahudi, Kristen, maupun penyembah berhala seperti orang-orang Persi dan Arab, menganut agama-agama yang semrawut. Orang-orang Persia menyembah api, sedangkan di kalangan mereka telah tumbuh paham-paham yang keliru. Seluruh bangsa Arab menyembah batu-batu yang telah mereka sematkan padanya sifat-sifat ketuhanan. Bangsa Romawi membawa bendera agama Masehi (Kristen). Sedangkan bangsa Yahudi terbagi menjadi beberapa kelompok kecil yang tersebar di kabilah-kabilah Arab dengan membawa agama dan keyakinan mereka.
Agama-agama tersebut keadaannya tidak stabil. Agama Kristen yang dianut oleh orang-orang Romawi dikacaukan oleh perselisihan-perselisihan dan sekte-sekte yang menyempal dari agama Kristen kala itu, yang satu menyalahkan, bahkan memerangi yang lain, sehingga memecah persatuan mereka dan kebencian di antara mereka sangat keras. Negara kadang-kadang membela satu sekte, dan pada waktu yang lain membela sekte yang lain. Jadi, keyakinan tersebut tidak tertanam kuat di dalam jiwa manusia.
Demikian halnya agama Yahudi. Ia tidak mempunyai satu pemikiran yang universal, tetapi terbagi menjadi beberapa kabilah kecil dan lemah. Perselisihan antara sekte-sekte tersebut dengan sekte-sekte Kristen juga sangat nyata. Adapun bangsa Arab, di antara mereka ada yang tidak percaya kepada berhala-berhala ini kecuali ketika meminta pertolongan kepadanya untuk meraih ambisi-ambisi mereka. Tetapi ketika bertentangan dengan keinginan dan kebiasaan mereka, maka mereka tidak mau tunduk dan percaya kepadanya. Orang-orang semacam itu banyak di kalangan mereka. Ada di antara mereka yang mencemoohkan berhala dan sama sekali tidak mempercayainya. Di antara mereka ada yang menyembah dan beriman kepadanya dengan keimanan yang menyebabkan mereka sesat dan buta, dengan meyakini bahwa ia bisa mendekatkan mereka kepada Allah. Jadi keyakinan kepada berhala ini merupakan keyakinan warisan tradisi yang pada hakikatnya tidak berakar dalam jiwa mereka.
Demikianlah, Ikhwan sekalian, kehidupan spiritual di masa itu dalam keadaan kacau, guncang, dan tidak stabil, baik di kalangan bangsa Persia, penganut agama Kristen, agama Yahudi, maupun di kalangan bangsa Arab. Keadaan ini berlangsung cukup lama, sampai-sampai di tengah-tengah manusia tersebar kasak-kusuk tentang kedatangan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dan bahwa beliau akan diutus untuk seluruh umat manusia.
Orang-orang Yahudi dan Kristen berharap kiranya nabi tersebut datang dari kalangan mereka. Sedangkan orang-orang Arab pun menyangka bahwa beliau akan datang dari kalangan mereka, sampai-sampai Umayah bin Abi Shalt berharap bahwa dirinya adalah nabi yang dinantikan itu.
Pemikiran ini, Ikhwan sekalian, menjadikan banyak orang berharap akan datangnya agama dan risalah baru. Anehnya, ketika Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam datang kepada para pendeta Yahudi, mereka kafir kepada beliau lantaran dengki dan iri. Anehnya pula, Umayah bin Abi Shalt menyombongkan diri sehingga enggan beriman kepada beliau. Ia berkata, “Aku tidak akan beriman kepada nabi selain dari Tsaqif.” Setelah itu ia hidup berpindah-pindah dari satu kabilah ke kabilah lain di lingkungan suku-suku Arab. Kemudian ia kembali dan ingin masuk Islam. Saat itu ia berlalu di hadapan para korban perang Badr. Ia diberitahu bahwa di antara korban adalah Walid bin Mughirah dan Uqbah bin Rabi’ah. Ia berkata, “Tidak ada gunanya hidup setelah mereka tiada.” Kemudian ia kembali sebelum masuk Islam, dan mati di luar agama Allah.
“Makasetelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS. Al-Baqarah: 89)
Ikhwan sekalian, kembali kita melihat bahwa dunia sedang membutuhkan kedatangan risalah Muhammad. Ketika Rasul shalallahu ‘alayhi wa sallam datang dan menghadapi kehidupan baru ini, Allah subhanahu wa ta’ala telah menyiapkan pemikiran-pemikiran dan suasana-suasana ruhani untuk beliau, sehingga dunia menyambut kedatangan Nabi mulia ini dengan sambutan yang baik.
Peristiwa paling penting yang dijumpai oleh Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pada awal-awal kehidupannya adalah, bahwa beliau kehilangan keluarganya satu per satu. Ketika akan lahir ke dunia, ayahanda beliau telah mendahului berpulang ke akhirat. Ketika menginjak usia enam tahun, ibunda beliau menyusul kepergian ayahanda. Selang dua tahun kemudian, kakek beliau pun menyusul keduanya. Akhirnya beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.
Ikhwan sekalian, di sini terkandung hakikat kemuliaan bagi Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam. Allah telah menghendaki agar Nabi-Nya shalallahu ‘alayhi wa sallamtumbuh dalam asuhan dan pengawasan-Nya, bukan di dalam asuhan dan pengawasan manusia. Orang-orang yang melihat kehidupan fisik beliau, berpendapat bahwa pendidikan beliau dalam keadaan demikian merupakan pertumbuhan yang bebas, yang langsung berhadapan dengan kehidupan nyata. Allah subhanahu wa ta’ala hendak memberikan beban kepada beliau semenjak awal kehidupan beliau hingga menjadi laki-laki sempurna, sehingga beliau tidak mudah putus asa menghadapi penderitaan-penderitaan yang dialami dalam kehidupan.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam menyaksikan peristiwa-peristiwa yang mempunyai pengaruh nyata dalam kehidupan beliau. Di antaranya adalah kepergian beliau ke Syam, tempat beliau melihat cakrawala yang lebih luas daripada cakrawala Makkah. Beliau mendengar pengajaran dari para pendeta. Tidak diragukan bahwa perjalanan ini mempunyai pengaruh nyata dalam diri beliau. Pengetahuan beliau mengenai daerah-daerah dan tipe-tipe manusia semakin bertambah. Ini merupakan wawasan pelengkap bagi beliau dan tidak ada sesuatu yang menyempurnakan wawasan seseorang seperti safar dan rihlah.
Peristiwa lain, Ikhwan sekalian, adalah bahwa beliau menghadiri perang Fijar yang terjadi antara suku Quraisy dan suku Hawazin. Beliau merasakan panasnya api peperangan ini bersama paman-paman beliau. Beliau mengikuti perang ini dari awal hingga akhir dan beliau ikut serta memanah bersama mereka. Diriwayatkan bahwa beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Aku pernah menghadiri perang Fijar bersama paman-pamanku. Di situ aku ikut membidikkan anak panah.” Ini merupakan latihan dasar bagi beliau dalam rangka menghadapi perjuangan bersama masyarakat di masa datang dalam kehidupannya.
Selain itu, beliau juga hadir dalam Hilful Fudhul, sebuah perjanjian yang disepakati oleh orang-orang Quraisy yang menyatakan bahwa mereka akan membela orang yang dizhalimi sekalipun tidak ada orang yang mengajak mereka untuk itu, baik kezhaliman itu terjadi di Makkah maupun di luar Makkah.
Diriwayatkan bahwa seseorang singgah di Makkah bersama anak gadisnya yang cantik. Tiba-tiba anak gadisnya itu diambil oleh salah seorang tokoh elit Quraisy. Maka orang itu berdiri sambil berteriak, “Wahai yang menandatangani Hilful Fudhul,tolonglah!” Belum selesai orang itu berteriak, orang-orang yang menandatanganiHilful Fudhul berlompatan dengan membawa pedang mereka. Mereka mengatakan, “Labaik, labaik!” Kemudian mereka berdiri di pintu rumah tokoh elit Quraisy tersebut. Mereka berkata, “Keluarkan gadis itu, kalau tidak, kami akan membunuh kalian.” Maka ia pun mengeluarkannya.
Diriwayatkan pula bahwa ‘Ash bin Wail As-Sahmi menunda-nunda pembayaran utangnya kepada seseorang. Setelah orang itu merasa kepayahan dan berputus asa terhadap urusan ini, ia berdiri di atas bukit Abu Qubais. Ia meminta pertolongan dengan menyebut perjanjian Hilful Fudhul. Kemudian para penandatangan perjanjian tersebut berkumpul di rumah Ash bin Wail. Mereka tidak meninggalkannya sampai ia melunasi utangnya kepada orang itu.
Diriwayatkan bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda mengenai Hilful Fudhul, “Saya menyaksikan sebuah perjanjian di masa jahiliah, andaikata saya diundang untuk mengadakannya di masa Islam, niscaya saya akan memenuhi undangan itu. “
Wahai Akhi, peristiwa ini mempunyai kesan pada diri Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, sampai-sampai beliau memujinya di masa Islam.
Kemudian, datanglah peristiwa pembangunan Ka’bah, yang orang-orang Quraisy mempercayai beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam untuk memutuskan perselisihan di antara mereka. Pada hakikatnya, ini merupakan akad penyerahan kepemimpinan kepada Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, sekalipun dalam bentuk yang tidak langsung. Pertumbuhan beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam semenjak dilahirkan hingga diutus sebagai Nabi, mempunyai beberapa keistimewaan yang menonjol. Di sana beliau menjumpai banyak kesulitan, maka kehidupan beliau bukanlah kehidupan yang santai dan mudah, melainkan sebuah kehidupan yang keras. Di sana beliau memikul beratnya menghadapi kehidupan secara langsung, tanpa kelembutan, kesenangan, apalagi kesantaian.
Beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam menghadapi ini semua dengan sabar dan tabah. Itulah “pendidikan tinggi” yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’alaatas beliau. Itulah kehidupan istimewa, yang tak hanya berkutat pada permasalahan-permasalahan sepele. Beliau tidak pernah bersujud kepada berhala, tidak pernah minum khamr, tidak pernah bermain-main sebagaimana anak-anak yang lain. Beliau tidak melakukan hal-hal sia-sia sebagaimana umumnya mereka. Beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah pribadi yang bersih, terhindar dari perkara-perkara sepele, dan hanya melakukan akhlak-akhlak mulia dan perilaku-perilaku baik saja, sehingga masyarakat menyebut beliau dengan julukan Al-Amin (yang dapat dipercaya). Demikianlah Allah memilih para rasul-Nya dan memilih siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS. Al-An’am: 124)
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Amma ba’du. Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kesempatan berkumpul kepada kita, dalam rangka acara peringatan agung dan tercinta, yaitu peringatan Isra’ Mi’raj. Setiap tahun kita berkumpul di bulan Rajab yang mulia. Ia adalah bulan yang diberkahi, waktu-waktunya merupakan kemuliaanrabbani. Barangsiapa yang berbuat baik, maka Allah akan menambah kebaikannya di dalamnya, dan barangsiapa yang berbuat jahat, maka Allah akan membukakan pintu ampunan untuknya pada bulan yang diberkahi ini.
Di sini saya tidak akan membahas kisah Isra’ dan Mi’raj secara mendetail, karena Anda semua tentu sudah mendengar dan membacanya. Tetapi kita akan mengadakan ulasan singkat saja. Isra’ adalah perjalanan yang dilaksanakan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, sedangkan Mi’raj adalah perjalanan samawiah yang dilaksanakan oleh beliaushalallahu ‘alayhi wa sallam dari Masjidil Aqsha ke langit paling tinggi.
Kedua perjalanan ini dilaksanakan dalam satu malam dan dilaksanakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam sebagai manusia secara utuh. Kisah ini telah disinggung oleh Al-Qur’an dalam surat Al-Isra’. Ada orang bersikap ragu terhadap kisah Isra’ dan bertanya, “Apakah kisah tersebut sesuai dengan hukum-hukum Allah yang berlaku bagi makhluknya? Mungkinkah manusia yang komposisinya terdiri dari daging dan darah serta membutuhkan elemen-elemen material, dapat naik ke langit, padahal kita mengetahui bahwa di tempat tertentu terdapat ruang hampa udara dan pada titik ketinggian tertentu sudah tidak terdapat oksigen?”
Saya pernah mengatakan kepada mereka, “Ini adalah kekuasaan Allah yang meliputi segala sesuatu. Ia merupakan hal yang mungkin dan tidak mustahil dalam logika kekuasaan Allah. Tetapi, perlu saya tanyakan juga, apakah kalian mengetahui seluruh ilmu Allah yang telah lalu maupun yang akan datang?”
Ikhwan sekalian, pada kenyataannya, ilmu modern telah menyingkap rahasia itu dan bahwa manusia mempunyai unsur lain selain unsur materi, yaitu unsur kejiwaan, yang disebut sebagai alam ruh atau alam kejiwaan. Sekalipun ilmu pengetahuan belum mampu menyingkap hakikat alam ini, tetapi ia telah sampai pada pengetahuan bahwa ruh dapat menguasai badan sehingga dapat menguasai, membatasi, dan menundukkannya kepada hukum-hukumnya, bukan kepada hukum-hukum materi. Sebenarnya, beberapa kejadian bisa membuktikan hal ini. Ada sebagian penganut sufi di India yang mampu menguasai badannya dengan kekuatan ruhnya serta bertahan selama satu pekan. Kita juga mengenal adanya hipnotis, yang menjadikan ruh menguasai badan, sehingga ia berubah menjadi mata yang melihat.
Yang terjadi dalam kisah Isra’ Mi’raj adalah, bahwa Allah subhanahu wa ta’alamengaruniakan kepada Nabi-Nya yang mulia ini kekuatan ruhani yang besar, sehingga menguasai badannya. Ini bukan berarti bahwa beliau diisra’kan dengan badan tanpa ruh, tetapi diisra’kan dengan ruh dan jasad.
Sebagian orang bertanya-tanya, “Apakah hikmah Isra’ Mi’raj?” Saya berkeyakinan bahwa Isra’ Mi’raj adalah materi dasar dalam kurikulum pendidikan Ilahi. Sebab Allah subhanahu wa ta’ala telah menyiapkan Rasul-Nya yang mulia agar menjadi penghulu para pendidik dan para pengajar. Maka beliau harus mempunyai kedudukan ilmu yang melebihi kedudukan-kedudukan yang dimiliki oleh manusia lainnya. Karena itu, Allah mengelilingkannya di seluruh langit agar keimanan beliau merupakan keimanan yang berdasarkan penyaksian dan penglihatan, tidak sekedar keimanan yang berdasarkan pada keyakinan dan teori.
Ada hikmah lain yang mengandung nilai ketinggian dan kemuliaan. Allahsubhanahu wa ta’ala telah mewajibkan shalat kepada kaum muslimin pada malam Isra’ Mi’raj. Allah tidak menghendaki kewajiban ini diperintahkan melalui wahyu sebagaimana halnya kewajiban-kewajiban lain, tetapi Dia mengundang Nabi-Nya yang mulia agar beliau menjelaskan kepada manusia bahwa shalat mempunyai nilai yang tinggi dan agung serta merupakan materi dasar dalam kurikulum pendidikan Islam. Shalat adalah kebersihan, keaktifan, kesehatan, ilmu, dan akhlak.
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata , “Abu Bakar ash- Shiddiq wafat pada hari senin di malam hari, ada yang
mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah Maghrib
(malam selasa) dan dikebumikan pada malam itu juga
yaitu tepatnya 8 hari sebelum berakhirnya bulan
Jumadil Akhir tahun 13 H, setelah beliau mengalami
sakit selama 15 hari. Pada waktu itu Umar menggantikan posisinya sebagai imam kaum muslimin
dalam shalat. Ketika sakit beliau menuliskan wasiatnya
agar tampuk pemerintahan kelak diberikan kepada
Umar bin al-Khaththab, dan yang menjadi juru tulis
waktu itu adalah Utsman bin Affan, Setelah surat selesai
segera dibacakan kepada segenap kaum muslimin, dan mereka menerimanya dengan segala kepatuhan dan
ketundukan.

Masa kekhalifahannya berjalan selama 2 tahun 3
bulan , dan beliau wafat pada usia 63 tahunpersis dengan usia Nabi ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ, akhirnya Allah mengumpulkan jasad mereka
dalam satu tanah, sebagaimana Allah mengumpulkan
mereka dalam kehidupan.

Sebelum wafat beliau telah mewasiatkan agar
seperlima dari hartanya disedekahkan sembari berkata,
“Aku akan menyedekahkan hartaku sejumlah yang
Allah ambil dari harta fai’ kaum muslimin.

Ketika beliau dalam kondisi sekarat, ada yang berkata
kepadanya, “Maukah anda jika kami carikan seorang
dokter?” Maka spontan dia menjawab, “Dia telah
melihatku (maksudnya Allah) dan Dia berkata,
“Sesungguhnya Aku akan berbuat apa-apa yang
Kukehendaki”.

Disebutkan bahwa sebab beliau jatuh sakit dan wafat
bahwa beliau dan al-Harits -seorang dokter yang
masyhur- pernah memakan khazirah yang dihadiahkan kepada Abu Bakar, maka setelah memakan
daging itu berkata al-Harits, “Angkatlah tangan anda
wahai Khalifah Rasulullah, demi Allah sesungguhnya
daging ini telah beracun, maka Abu Bakar segera
mengangkat tangannya, sejak itu keduanya selalu
merasa sakit hingga akhirnya keduanya wafat satu tahun kemudian. Versi lain ada yang mengatakan bahwa sebab wafatnya
beliau karena mandi pada waktu musim dingin yang
bersangatan, yang membuat beliau demam lalu wafat
karena itu.

Dalam keadaan sakit beliau melantunkan sebuah bait
syair,

Engkau selalu memberikan kabar duka cita atas
kematian kekasihmu

Hingga kini engkaulah yang akan merasakan kematian
itu

Banyak orang memiliki cita-cita Namun kematian jualah yang menghadang
segalanya

Ketika sakaratul maut pertanda ajal yang akan
menjemputnya datang, putrinya ‘Aisyah -Ummul
mukminin- membacakan sebuah bait syair,

Ketika sakaratul maut pertanda ajal yang akan
menjemputnya datang, putrinya ‘Aisyah -Ummul
mukminin- membacakan sebuah bait syair, Sesungguhnya tidak guna kekayaan bagi seseorang Ketika dada terasa sempit dan susah bernafas Mendengar itu beliau memandang kepada ‘Aisyah
ﺎﻬﻨﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ seolah-olah marah dan berkata, “Jangan katakan demikian wahai Ummul
mukminin, namun katakan,

ِّ” Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-
benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari
padanya.” (Qaf: 19).

Di antara wasiat beliau kepada ‘Aisyah, Aku tidak
meninggalkan harta untuk kalian kecuali hewan yang
sedang hamil, serta budak yang selalu membantu kita
untuk membuat pedang kaum muslimin, karena itu jika
aku wafat tolong berikan seluruhnya kepada Umar.
Ketika ‘Aisyah menunaikan wasiat itu kepada Umar maka Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu
Bakar, sesungguhnya dia telah membuat kesulitan
(untuk mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi
khalifah setelahnya.

Ketika Salman al-Farisi datang menjenguknya, Salman
berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ berikan aku wasiat, sebab kulihat engkau tidak akan dapat lagi melakukannya setelah hari
ini.” Maka Abu Bakar menjawab, wahai Salman, pasti
akan terjadi penaklukan (negeri-negeri kafir) tapi aku
tidak pernah mengetahui apa-apa yang engkau peroleh
dari bagianmu kecuali apa-apa yang dapat engkau
makan dan engkau masukkan ke dalam perutmu, atau apa-apa yang dapat kau kenakan di atas punggungmu
(pakaianmu), dan ketahuilah sesungguhnya barangsiapa
yang mengerjakan shalat lima waktu, maka dia telah
berada dalam lindungan Allah pada pagi hari maupun
sore harinya, dan jangan sampai engkau membunuh
seorang ahli dzimmah, maka kelak Allah pasti akan menuntutmu di hari kiamat dan mencampakkan dirimu
dalam keadaan tersungkur dengan wajahmu ke dalam
neraka.

Ibn Sa’ad menyebutkan dengan sanadnya dari al-
Qashim bin Muhammad dia berkata, “Abu Bakar
dikafankan dalam dua kain, kain yang berwarna putih,
dan satu lagi berwarna lain, beliau berpesan,
‘Sesungguhnya orang yang masih hidup lebih
membutuhkan kain dari orang yang telah mati, sebab kain kafan hanyalah menutup apa-apa yang akan keluar
dari hidung maupun mulutnya’.”

Beliau dimakamkan bersama Rasulullah ﻰﻠﺻ
ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ dalam kamar (‘Aisyah) dan beliau dishalatkan oleh Umar bin al-
Khaththab r.a

Beliaulah yang pertama kali diangkat oleh Rasulullah s.a.w sebagai amir dalam pelaksanaan ibadah haji pertama dalam Islam
yaitu pada tahun 9 H, dan pada tahun berikutnya
Rasulullah s.a.w baru melaksanakan ibadah haji Wada’. Ketika beliau
diangkat menjadi khalifah, beliau memerintahkan Umar
untuk menjadi amir haji pada tahun 11 H, dan tahun
berikutnya barulah beliau berangkat haji.

_____________________________

Al-Bidayah wan Nihayah, 7/18. Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/202, Tarikh ath-Thabari, 3/420. Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/202, Tarikh ath- Thabari/3/420 dan dia menambahkan masa
kekhalifahannya lebih sepuluh hari, adapun Ibnu Katsir
menghapuskan hitungan malam hari, dan Ibnu Sa’ad
ada juga menyebutkan pendapat lainnya. Ibnu Sa’ad, dan ini disepakati 3/202. Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/194. Ibid, 3/198. Yaitu daging yang telah lewat satu hari, yang dicampur dengan tepung setelah dimasak . (Al-Lisan,
4/237). Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/198. Ibid Ibid, 3/192 dengan sanad yang shahih. 46 Ibid, 3/193 dengan sanad la ba’sa bihi (tidak
mengapa) 47 Ibid, 3/204 dengan sanad yang shahih. Dan dia
menyebutkan riwayat lain seputar masalah ini 48 Ibid, 3/177.

Disalin dari :
Judul Asli: Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan
Nihayah
Penulis: al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir Pennyusun: Dr.Muhammad bin Shamil as-Sulami
Penerbit: Dar al-Wathan, Riyadh KSA. Cet.I (1422 H./2002
M)
Edisi Indonesia: Al-Bidayah wan-Nihayah Masa
Khulafa’ur Rasyidin
Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari Muraja’ah: Ahmad Amin Sjihab, Lc
Penerbit: Darul Haq, Cetakan I (Pertama) Dzulhijjah 1424
H/ Pebruari 2004 M.

Syiar Du_Tv

MaDu

MaDu
Kajian Ilmu Darul Ulum

Like UKM Kerohanian UNIB

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Diberdayakan oleh Blogger.